Mengenal Islam dan Humanisme lewat Pemikiran Gus Dur di Angkringan Dialektika

Mengenal Islam dan Humanisme lewat Pemikiran Gus Dur di Angkringan Dialektika
Mengenal Islam dan Humanisme lewat Pemikiran Gus Dur di Angkringan Dialektika

Tangerang, TERBITHARIAN.COM – Sosok KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan sapaan Gus Dur sudah lima belas tahun yang lalu wafat. Tapi namanya masih harum hingga saat ini. Sosok Gus Dur menginspirasi semua orang dan kalangan. Untuk itu generasi saat perlu mengenal sosok Gus Dur lewat pemikiran Gus Dur.

Owner Angkringan Dialektika Jampang menjelaskan bawha di angkriangannya rutin mengadakan diskusi setiap malam minggu. Tema pada hari Sabtu (11/01) adalah Gus Dur: Islamisme dan Humanisme.

“Untuk diskusi malam minggu ini, temanya Gus Dur: Islam dan Humanisme,” terangnya.

Ia melanjutkan, generasi muda sekarang perlu mengenal pemikiran Gus Dur. Untuk itu, angkringan Dialektika menghadirkan tema ini untuk mengenalkan sosok Gus Dur lewat pemikiran-pemikirannya.

“Generasi Z harus banyak membaca pemikiran Gus Dur, biar kenal sama beliau. Kita sering dengar nama Gus Dur, tapi mungkin kita belum tahu pemikiran Gus Dur. Maka kita mengundang dosen STISNU Nusantara bapak Ahmad Suhendra sebagai narasumbernya,” jelasnya.

Mengenal Islam dan Humanisme lewat Pemikiran Gus Dur di Angkringan Dialektika  2
Mengenal Islam dan Humanisme lewat Pemikiran Gus Dur di Angkringan Dialektika 2

Di saat bersamaan, Ahmad Suhendra menjelaskan bahwa sosok Gus Dur bukan orang biasa. Secara nasab, beliau cucu dan putra dari kiai besar sekaligus pahlawan nasional, yakni Hadhratusyaikh KH M. Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahid Hasyim.

Kedua, Gus Dur merupakan sosok yang lahir dari rahim pondok pesantren. Ketiga, Gus Dur sangat suka membaca, bahkan mendekati akhir hayatnya beliau masih membaca. Keempat, Gus Dur sangat menegakkan nilai-nilai keluhuran agama, konstitusi dan kemanusiaan.

“Mengapa kita perlu membicarakan Gus Dur? Karena banyak alasannya. Pertama, beliau keturunan kiai besar dan pahlawan nasional. Kedua, beliau adalah santri. Ketiga, beliau sosok kutu buku. Keempat, konsisten dalam menegakkan nilai-nilai keluhuran Islam, Konstitusi dan Humanisme,” tegasnya.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *