๐Œ๐š๐ง๐ฎ๐ฌ๐ค๐ซ๐ข๐ฉ ๐Š๐ข๐ญ๐š๐› ๐…๐š๐ญ๐ก๐ฎ๐ฅ ๐๐จ๐ซ๐ข๐› ๐๐š๐ง ๐„๐ค๐ฌ๐ข๐ฌ๐ญ๐ž๐ง๐ฌ๐ข ๐Š๐ฎ๐š๐ญ ๐…๐ข๐ช๐ก ๐’๐ฒ๐š๐Ÿ๐ขโ€™๐ข๐ฒ๐ฒ๐š๐ก ๐๐ข ๐Š๐ซ๐š๐ญ๐จ๐ง ๐˜๐จ๐ ๐ฒ๐š๐ค๐š๐ซ๐ญ๐š

Fathul Qorib Keraton
Fathul Qorib Keraton

Oleh Yaser Muhammad Arafat*

Salah-satu manuskrip yang dimiliki oleh keluarga besar keturunan Kyai Hanafi Plosokuning bin Kyai Mursodo bin Kyai Nuriman Mlangi, dari jalur Kyai M. Thoha Suryoaminoto bin Kyai Raden Noyowardoyo adalah Kitab Fathul Qorib. Kitab ini ditulis oleh Syekh Abul Qosim al-Ghazi al-Syafiโ€™i (Lahir 1455).

Kitab ini diajarkan kepada orang Jawa-Islam semasa Kraton Yogyakarta melalui para Kyai Pathok Negoro dan Abdi Dalem serta para kyai-santri yang mengambil sanad kepada mereka. Manuskrip kitab ini diimbuhi dengan makna gandul dalam bahasa Jawa beraksara Arab-Pegon.

Ini menunjukkan bahwa kitab ini memang benar-benar diajarkan. Dalam catatan masyhur sejarah Kraton Yogyakarta, Kitab Fathul Qorib ini dipelajari dan dipegang-kuat oleh Pangeran Diponegoro.

Ada kolofon di bagian akhir Kitab yang menerangkan perihal kapan manuskrip ini ditulis. Dijelaskan di sana bahwa manuskrip ini disalin (naql) di Desa Blawong, Ngayogyakarta Adiningrat, dan dimiliki oleh seorang tokoh Bernama Imam Rofi’i yang juga tinggal di Blawong. Dijelaskan pula di bagian bawah kolofon itu keterangan bahwa kitab ini ditulis pada tahun Alip 1281 Hijriyah atau 1865 Masehi.

Di bagian halaman belakang setelah halaman akhir manuskrip, ada pula kolofon dalam bahasa Arab yang menjelaskan bahwa manuskrip ini dimiliki oleh seorang bernama Muhammad Thoyyib bin Mas Panji Mangundimejo. Lalu ada kronogram di bawahnya, yang ditulis dengan Bahasa Jawa dalam aksara Arab Pegon, yang berbunyi:

๐‘Š๐‘œ๐‘›๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘’ ๐‘˜๐‘–๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘๐‘ข๐‘›๐‘–๐‘˜๐‘– ๐‘ ๐‘Ž๐‘š๐‘๐‘ข๐‘› ๐‘‘๐‘–๐‘๐‘ข๐‘› ๐‘ก๐‘ข๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘  ๐‘‘๐‘Ž๐‘ก๐‘’๐‘›๐‘” ๐‘‡๐‘ข๐‘ค๐‘Ž๐‘› ๐ป๐‘Ž๐‘—๐‘– ๐‘€๐‘ขโ„Ž๐‘Ž๐‘š๐‘š๐‘Ž๐‘‘ ๐ด๐‘ ๐‘Ÿ๐‘œ๐‘Ÿ๐‘– ๐‘๐‘ข๐‘ก๐‘Ÿ๐‘œ ๐‘—๐‘Ž๐‘™๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘๐‘ข๐‘› ๐‘€๐‘Ž๐‘  ๐พ๐‘’๐‘ก๐‘–๐‘ ๐‘€๐‘’๐‘Ÿ๐‘– ๐‘‡๐‘ข๐‘Ž๐‘› ๐ป๐‘Ž๐‘—๐‘– ๐‘€๐‘ขโ„Ž๐‘Ž๐‘š๐‘š๐‘Ž๐‘‘ ๐ป๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž๐‘› ๐ด๐‘๐‘‘๐‘– ๐ท๐‘Ž๐‘™๐‘’๐‘š ๐พ๐‘’๐‘ก๐‘–๐‘ ๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘๐‘Ž๐‘”๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘€๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘š ๐พ๐‘Ž๐‘ข๐‘š๐‘Ž๐‘› ๐‘ก๐‘ข๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘  ๐‘‘๐‘Ž๐‘ก๐‘’๐‘›๐‘” ๐‘€๐‘ขโ„Ž๐‘Ž๐‘š๐‘š๐‘Ž๐‘‘ ๐‘‡โ„Ž๐‘œ๐‘ฆ๐‘ฆ๐‘–๐‘ ๐‘๐‘ข๐‘ก๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘–๐‘๐‘ข๐‘› ๐‘€๐‘Ž๐‘  ๐‘ƒ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐‘€๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘ข๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘š๐‘’๐‘—๐‘œ ๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘ก๐‘’๐‘› ๐‘†๐‘’๐‘™๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž ๐‘ƒ๐‘œ๐‘› ๐‘ค๐‘ข๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘ ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘ค๐‘Ž๐‘™ ๐‘˜๐‘Ž๐‘๐‘–๐‘›๐‘” 13 ๐ฝ๐‘’ 1284

(Sedangkan kitab ini telah dibeli kepada Tuwan Haji Muhammad Asrori, anak lelaki Mas Ketib Miri Tuan Haji Muhammad Hasan, Abdi Dalem Ketib ing Nagari Mentaram Kauman, yang membeli kepada Muhammad Thoyyib anaknya Mas Panji Mangundimejo pada hari Selasa Pon bulan Syawal tanggal 13 tahun Je 1284). Tahun pembelian ini bertepatan dengan tanggal 13 Februari 1868 M.

Fathul Qorib Keraton 3
Fathul Qorib Keraton 3

Dari manuskrip ini diketahui ada jabatan Abdi Dalem โ€œKetib Miriโ€. Dalam catatan sejarah Kraton Yogyakarta, yaitu: Ketib Anom, Ketib Tengah, Ketib Kulon, Ketib Wetan (Tibetan), Ketib Lor (Tibelor), Ketib Senemi, Ketib Amin (Tibamin), Ketib Iman (Tibiman), Ketib Cendana.

Yang biasanya menjadi wakil Penghulu adalah Ketib Anom. Apa itu โ€œKetib Miriโ€? Ini yang belum jelas. Dimungkinkan โ€œKetib Miriโ€ adalah Ketib yang masih magang untuk kemudian diangkat menjadi salah-satu di antara 9 Ketib di atas.

Seperti dalam riwayat Babad Pakunegara, dikisahkan bahwa ada santri-santri yang disebut โ€œsantri miri/meriโ€ yang ditugaskan untuk menjadi penyemaโ€™/pembaca al-Quran dalam amaliyah khataman al-Quran setiap malam Jumat di Pura Mangkunegaran.

Dari manuskrip ini diketahui pula bahwa fiqh syafiโ€™iyyah telah menjadi โ€œfiqh negaraโ€. Seperti kemarin telah kami kabarkan perihal manuskrip kitab โ€œFathur Rohman bi Syarh Shofwatuz Zubad Ibnu Ruslanโ€ karya Imam Al-Ramli Al-Kabir.

Ia diajarkan kepada orang Jawa-Islam secara luas. Terutama menjadi pegangan bagi para kyai atau ulama yang ditugaskan untuk menjadi Pathok Negoro atau pemangku tatanan keislaman di setiap penjuru negeri.

Semoga pemilik kitab ini, penulisnya, dan yang pernah memilikinya, diampuni oleh Allah swt, disyafaโ€™ati oleh Kanjeng Rasulullah saw, dijauhkan dari fitnah kubur, dan dimasukkan ke dalam surga.

*) Penulis adalah dosen UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *