KH Aliyudin Zein: Kesuksesan di Dunia Tidak Mungkin Diraih Tanpa Ilmu yang Benar

KH Aliyudin Zein
KH Aliyudin Zein

Tangerang, TERBITHARIAN.COM – Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) di STISNU Nusantara TA 2025/2026 telah dilaksanakan dari tanggal 26 September 2025. Tidak hanya menjadi ajang orientasi mahasiswa baru, PBAK juga menjadi ruang peneguhan jati diri mahasiswa baru yang ditempa melalui perpaduan ilmu pengetahuan, spiritualitas, dan tradisi keulamaan.

Sejak awal acara (26/09/25) atmosfer kebersamaan terlihat begitu kuat. Para mahasiswa baru tidak sekadar diperkenalkan pada dunia kampus, melainkan juga diajak menelusuri jalan panjang keilmuan yang diwariskan oleh para pendiri pesantren dan ulama Nusantara.

Bacaan Lainnya

Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan STISNU Nusantara KH Dr. Moh Mahrusillah, MA dalam sambutannya menegaskan pentingnya keterhubungan sanad keilmuan yang dimiliki kampus.

“Sanad kita nyambung kepada Hadhratusyaikh KH Hasyim Asy’ari,” ujarnya penuh keyakinan pada hari Sabtu (27/09) Malam di Halaman STISNU Nusantara.

Menurutnya, jalur akademik di STISNU bukan sekadar melahirkan lulusan yang cerdas secara intelektual, tetapi juga menyiapkan pribadi yang matang secara spiritual.

Lebih jauh, KH Mahrusillah mengingatkan bahwa kehidupan kampus tidak boleh dipandang sebagai dunia yang kering dari nilai agama.

“Di STISNU, jalan akademik dan jalan spiritual berjalan seiring. Keduanya tidak bisa dipisahkan, sebab ilmu yang bermanfaat selalu lahir dari hati yang bersih dan niat yang lurus,” Ujar Doktor lulusan UIN Jakarta.

Dengan begitu, mahasiswa baru diarahkan agar mengintegrasikan aktivitas belajar dengan praktik ibadah serta penghormatan pada tradisi ulama.

Setelah itu, Sesepuh tokoh agama Tangerang sekaligus Pembina Yayasan Benteng Nusantara Cendekia (YBNC) KH Aliyudin Zein, juga memberikan wejangan panjang. Dengan bahasa yang lugas, ia mengajak mahasiswa merenungkan tujuan mencari ilmu.

“Ilmu itu bekal hidup. Dengan ilmu kita bisa menghilangkan kebodohan, memenuhi kebutuhan selama hidup, dan menyiapkan kehidupan di masa yang akan datang,” ungkap kiai yang kerap disapa Abah Ali tersebut.

KH Aliyudin menekankan bahwa kesuksesan di dunia tidak mungkin diraih tanpa ilmu yang benar. Ia membedakan antara ilmu yang bersifat positif dan ilmu yang menjerumuskan.

“Kalau mau sukses di dunia, langkah pertamanya adalah dengan ilmu positif. Sebab ada ilmu negatif yang justru membawa mudarat,” tegas Abah Ali.

Pernyataan ini menegaskan posisi ilmu sebagai fondasi segala pencapaian, sekaligus perisai dari kesalahan langkah.

Dalam paparannya, Abah Ali juga mengingatkan bahwa kesuksesan memiliki ukuran atau indikator yang jelas, bukan sekadar angan-angan. Hal itu, menurutnya, harus ditempuh dengan ikrar syahadatain, jerih payah, dan kesungguhan.

“Hidup ini sebenarnya mudah. Yang primer itu gampang. Tapi yang susah itu kepengen,” katanya sambil menekankan bahwa hawa nafsu seringkali lebih berat dikendalikan daripada memenuhi kebutuhan pokok manusia.

Uraian menarik lainnya muncul saat ia membicarakan tentang Cosmic Intelligence. Menurutnya, ada keterhubungan erat antara akal manusia dengan kosmos dan ekologi. Manusia, khususnya santri, harus sadar bahwa hidup mereka tidak bisa dipisahkan dari alam dan keteraturan semesta.

“Kalau manusia hidup selaras dengan kosmos, maka akan lahir kehidupan yang seimbang. Tapi kalau serakah, maka alam pun memberi balasan,” ujarnya.

Sesi kuliah umum itu semakin bermakna ketika KH Aliyudin memperkenalkan konsep DNA Santri kepada mahasiswa baru. Ia menyebut bahwa santri memiliki identitas mendasar yang membedakan mereka dari yang lain. DNA itu terdiri dari: adab sebagai bahan baku akhlak, keikhlasan, takzhim kepada guru, tawadhu, dan spiritualitas.

“Kalau DNA ini kuat, maka seorang santri tidak hanya menjadi manusia berilmu, tetapi juga beradab, ikhlas, dan selalu menghormati gurunya,” ungkapnya.

Bagi KH Aliyudin, keberhasilan hidup seorang santri tidak hanya diukur dari prestasi akademik, tetapi juga dari bagaimana ia menjaga akhlak dan keikhlasan. Pesan ini disampaikan dengan harapan agar mahasiswa STISNU Nusantara tidak terjebak pada formalisme akademik semata, melainkan juga menghidupkan nilai spiritual dalam setiap langkah.

Acara malam PBAK STISNU Nusantara tahun ini ditutup dengan seruan agar dua ratus mahasiswa baru dari lima program studi mampu memadukan kecerdasan intelektual, spiritual, dan sosial. Perpaduan ketiganya diyakini menjadi kunci lahirnya generasi Islam Nusantara yang moderat, cerdas, dan berakar kuat pada tradisi.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *