Bogor, TERBITHARIAN.COM – Mahasiswa Nahdlatul Ulama Pecinta Alam (SANUPALA) Kampus STISNU Nusantara Tangerang. Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Dasar (Diklatsar) Angkatan ke-8, bertempat di kampung Sasak Desa Gunung Picung, Taman Nasional Gunung Halimun salak. Selama 4 hari dimulai dari hari Sabtu sampai hari Selasa. Pada tanggal 25 sampai 28 Januari 2025.
Ketua Umum SANUPALA, Aditya atau yang akrab disapa Pehoy, menyampaikan harapan besar kepada para peserta agar menyelesaikan seluruh rangkaian Diklatsar. Ia menekankan pentingnya semangat kebersamaan dan keberlanjutan proses belajar.
“Kami berharap Angkatan 8 dapat terus berproses menjadi lebih baik dan memberikan kontribusi positif untuk memajukan SANUPALA. Tetaplah kompak layaknya saudara kandung, karena kekompakan adalah kekuatan utama dalam menjalankan roda organisasi,” ujar Pehoy penuh semangat.
Sebanyak tiga peserta yang mengikuti kegiatan Diklatsar dan berhasil melewati semua tahapan kegiatan hingga upacara penutupan. Mereka adalah Nur Salsabilla, Rohman Widianto dan Sanudin.
Dalam kegiatan Diklatsar banyak materi yang diajarkan kepada peserta antara lain Navigasi Darat, Survival dan SAR, pengampu materi lapangan Diklatsar ke 8 adalah senior SANUPALA, mereka antara lain Zakky Muhammad Nur, Fahmi Ubaydi, Agus M Faris, Abdul Kodir, dan Rudal M Tauhidullah.
Diterangkan oleh Fahmi medan latih ini disesuaikan dengan materi gunung hutan. Namun materi dasar memanjat serta tali temali juga diajarkan.
“Sarana alam seperti pohon, dahan juga menjadi media untuk mereka berlatih,” imbuhnya.
Sementara itu, Zakky menuturkan, selama ini SANUPALA selalu hadir dalam kebencanaan besar di Indonesia. Jadi menjadi mutlak bagi para siswa untuk belajar navigasi, survival, SAR dan lain sebagainya. Termasuk materi keorganisasian.
Selain diajarkan materi seperti itu, peserta Diklatsar juga diajarkan mencintai lingkungan, di mana manusia menjadi bagian yang tak terpisahkan dari alam. Untuk itu fungsi kita sebagai khalifah mesti menjaganya, berbuat adil hingga apa yang dicita-citakan Pecinta Alam di Indonesia yakni bumi akan lestari dapat terwujud.
Saat pelaksanaan Dilatsar, beberapa kali hujan turun. Kendati begitu kata Pehoy, Diklatsar tetap dilanjutkan. Dalam situasi hujan peserta Diklatsar diajarkan cara beradaptasi, bagaimana bertahan hidup, hingga bisa bermanfaat bagi kehidupan.
“Di situlah mereka mendapatkan pendidikan karakter yang sesungguhnya, karena alam selalu memberikan kejujuran, ada hujan, musim kering, gemuruh, gempa, banjir, yang kesemuanya harus kita bisa pelajari hingga kita mampu memitigasi dan beradaptasi dengan lingkungan,” pungkas Pehoy.