Oleh : Ahmad Mulki Sobri*
Tangerang, TERBITHARIAN.COM – Idul Fitri merupakan momen istimewa yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Hari yang dikenal juga sebagai “Lebaran” di Indonesia ini adalah penanda berakhirnya bulan suci Ramadan—bulan penuh rahmat, ampunan, dan keberkahan. Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, umat Islam merayakan kemenangan melawan hawa nafsu dan memperkuat ketakwaan kepada Allah SWT. Namun, lebih dari sekadar perayaan, Idul Fitri juga menjadi ajang penting untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama.
Namun, lebih dari sekadar hari raya, Idul Fitri menyimpan makna yang dalam, terutama dalam konteks memperkuat hubungan antar manusia melalui silaturahmi.
Makna Kembali ke Fitrah
Idul Fitri berasal dari dua kata dalam bahasa Arab: *‘id* yang berarti “kembali” dan *fitri* yang berarti “fitrah” atau “kesucian.” Secara harfiah, Idul Fitri berarti “kembali kepada fitrah”, yaitu kembali kepada kesucian. Maka, Idul Fitri dapat dimaknai sebagai hari kembalinya manusia kepada kesucian, setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa, menahan diri dari makan, minum, dan berbagai hawa nafsu. Setelah ditempa oleh ibadah selama bulan Ramadan, hati dan jiwa umat Islam diharapkan menjadi lebih bersih dan suci, layaknya bayi yang baru lahir. Maka tak heran jika Idul Fitri sering dimaknai sebagai momen penyucian diri dan pembaruan hubungan—baik dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia.
Puasa Ramadan tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kejujuran, kesabaran, empati, dan kepedulian sosial. Dengan segala latihan spiritual ini, Idul Fitri menjadi momen untuk menghidupkan kembali hati yang bersih, pikiran yang jernih, dan hubungan yang harmonis dengan sesama.
Dimensi Spiritual dari Idul Fitr
Pertama, Pembersihan Jiwa dan Hati. Selama Ramadan, kita dilatih untuk menahan hawa nafsu, mengekang amarah, menjaga lisan, dan memperbanyak ibadah. Semua itu adalah proses penyucian batin. Idul Fitri menandai selesainya proses tersebut—saat kita “kembali bersih”. Bukan hanya dari segi jasmani, tetapi juga spiritual: hati yang bersih dari iri, dengki, dendam, dan kesombongan.
Kedua, Momentum Taubat dan Ampunan. Idul Fitri adalah saat di mana pintu ampunan dibuka selebar-lebarnya. Ini adalah waktu yang tepat untuk merenung, meminta maaf kepada sesama, dan kembali kepada Allah dengan hati yang tulus. Makna spiritualnya terletak pada keikhlasan untuk mengakui kesalahan dan membuka diri terhadap perbaikan.
Ketiga, Menguatkan Tali Ukhuwah. Tradisi saling bermaafan di hari Idul Fitri bukan sekadar simbolik. Ia merupakan bentuk nyata dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya silaturahmi dan persaudaraan. Memeluk, bersalaman, dan mengucap “mohon maaf lahir dan batin” adalah cerminan hati yang ingin berdamai. Ini adalah latihan spiritual dalam meruntuhkan ego dan membuka ruang kasih sayang.
Keempat, Syukur atas Nikmat dan Hidayah. Idul Fitri juga mengajarkan kita untuk bersyukur. Setelah melalui Ramadan yang penuh keberkahan, tibalah saatnya merayakan nikmat iman, kesehatan, dan kesempatan hidup. Mengucapkan takbir, tahmid, dan tahlil di malam Idul Fitri adalah bentuk pengakuan bahwa segala yang kita raih adalah karunia dari Allah SWT semata.
“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Zakat Fitrah: Simbol Pembersihan dan Kepedulian
Salah satu kewajiban menjelang Idul Fitri adalah menunaikan zakat fitrah. Ini bukan hanya kewajiban sosial, tapi juga ritual spiritual. Zakat fitrah membersihkan jiwa dari kekurangan dalam ibadah puasa dan menjadi simbol kepedulian terhadap sesama. Ia menyatukan antara aspek ibadah individual dan tanggung jawab sosial dalam satu harmoni yang indah.
Idul Fitri bukan hanya soal pakaian baru, hidangan lezat, atau kumpul keluarga. Ia adalah hari raya spiritual—momen untuk merayakan kemenangan melawan hawa nafsu, kembali kepada Allah, dan memperbaiki hubungan antar sesama.
Idul Fitri seharusnya kita jadikan awal baru untuk menjalani hidup dengan hati yang lebih bersih, pikiran yang lebih jernih, dan jiwa yang lebih taat. Karena sesungguhnya, makna sejati dari Idul Fitri bukanlah di hari itu kita bergembira—tetapi bahwa kita telah berhasil menjadi pribadi yang lebih baik.
Silaturahmi: Jembatan Kasih Sayang
Salah satu tradisi paling mulia dan melekat dalam perayaan Idul Fitri adalah “silaturahmi”, yaitu menjalin dan mempererat hubungan antar keluarga, tetangga, sahabat, hingga kolega. Tradisi ini mencerminkan nilai luhur dalam Islam yang menempatkan ukhuwah (persaudaraan) sebagai pondasi penting dalam kehidupan sosial.
Kegiatan ini dilakukan dengan saling mengunjungi sanak saudara, tetangga, hingga rekan kerja untuk saling memaafkan dan mempererat hubungan. Ucapan “mohon maaf lahir dan batin” menjadi simbol keikhlasan dan kerendahan hati dalam meminta serta memberi maaf.
Silaturahmi bukan hanya tradisi, tetapi juga perintah agama. Dalam Islam, menjaga hubungan baik dengan sesama memiliki nilai yang sangat tinggi. Silaturahmi tidak hanya bernilai sosial tetapi juga spiritual. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa menjalin hubungan baik dengan sesama adalah amalan yang diberkahi oleh Allah SWT. Silaturahmi juga menjadi jalan untuk menghapus kesalahpahaman, menguatkan persatuan, serta menciptakan kedamaian dalam masyarakat.
Silaturrahmi pada dasarnya bukan sekadar tradisi sosial atau kebiasaan turun-temurun yang dilakukan saat Lebaran atau momen-momen tertentu. Dalam Islam, silaturrahmi memiliki kedudukan yang sangat istimewa, karena ia menyentuh tidak hanya aspek hubungan antar manusia (habl min an-nas), tetapi juga erat kaitannya dengan hubungan manusia kepada Allah SWT (habl min Allah). Maka, silaturrahmi bukan hanya aktivitas duniawi, melainkan ibadah yang memiliki nilai spiritual yang tinggi.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“…dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa: 1)
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari sini kita memahami bahwa silaturrahmi bukan sekadar bentuk sopan santun, tapi perintah agama yang membawa keberkahan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Idul Fitri dan silaturahmi adalah dua hal yang tak terpisahkan. Perayaan ini bukan hanya tentang baju baru, hidangan lezat, atau liburan panjang, tetapi tentang memperbaiki hubungan dan menyambung kembali tali yang sempat renggang. Mari jadikan Idul Fitri bukan hanya sebagai perayaan luar, tetapi juga perayaan hati yang penuh cinta, maaf, dan persaudaraan. Semoga kita semua menjadi pribadi yang lebih baik, lebih sabar, dan lebih peduli terhadap sesama.
Idul Fitri dan silaturahmi adalah dua sisi dari satu mata uang. Keduanya saling melengkapi dan menguatkan. Di saat Idul Fitri mengajak kita kembali kepada kesucian, silaturahmi menjadi jembatan untuk membersihkan hati, memperbaiki hubungan, dan merajut kembali ikatan kasih sayang.
*) Penulis merupakan Sekretaris DPC FKDT Kota Tangerang
